Sabtu, 26 November 2011

Kerajaan Bali

KERAJAAN BALI

1.    LOKASI
Kerajaan Bali terletak di sebuah pulau kecil yang tidak jauh dari daerah Jawa Timur. Dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai hubungan erat dengan pulau Jawa. Karena letak pulau ini berdekatan, maka sejak zaman dahulu selalu mempunyai hubungan yang erat. Bahkan ketika Kerajaan Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang melarikan diri dan menetap di sana. Sampai sekarang ada kepercayaan bahwa sebagian dari masyarakat Bali dianggap pewaris tradisi Majapahit.
2. BUKTI SEJARAH
Berasal dari kitab sejarah dinasti Tang. Di sebelah timur Ho – ling terletak P’oli dan bahwa negeri Da – pa – tau terletak di sebelah selatan Kamboja. Penduduknya menulis di atas daun Patra (rontal) Di dalam berita Cina dikatakan bahwa mayat orang Da – pa – tau diberi bekal berupa perhiasan (emas) dan dibakar.Prasasti Bali yang tertua berangka tahun 804 S (882 M) isinya : pemberian izin kepada para biksu dan pendeta agama Buddha untuk membuat pertapaan di bukit Cintamani.Prasasti berangka tahun 818 S (896 M) dan 883 S (911 M) isinya : mengenai tempat suci dan tidak menyebutkan  nama Raja. Prasasti yang ditemukan di desa Blanjong, dekat Sanur. Permukaan prasasti ditulis sebagian dengan huruf Nagari (huruf India) dan sebagian dengan huruf Bali kuno, sedangkan bahasanya menggunakan bahasa sansekerta. Angka berupa Candra Sangkala dan berbunyi “Khecarawahni – Murti artinya tahun 836 S (914 M).

3. BERDIRINYA KERAJAAN BALI
Pusat Kerajaan Bali pertama di Singhamandawa. Raja pertama Sri Ugranesa. Beberapa prasasti yang ditemukan tidak begitu jelas menggambarkan bagaimana pergantian diantara 1 keluarga raja dengan keluarga raja yang lain. Prasasti yang ditemukan di Jawa Timur hanya menerangkan bahwa Bali pernah dikuasai Singasari pada abad ke – 10 & Majapahit abad ke – 14.

4. STRUKTUR KERAJAAN
Dalam struktur kerajaan lama, Raja – raja Bali dibantu oleh badan penasehat yang disebut “Pakirakiran I Jro Makabehan” yang terdiri dari beberapa Senapati dan Pendeta Syiwa yang bergelar “Dang Acaryya” dan Pendeta Buddha yang bergelar “Dhang Upadhyaya”. Raja didampingi oleh badan kerajaan yang disebut “Pasamuan Agung” yang tugasnya memberikan nasihat dan pertimbangan kepada raja mengenai jalannya pemerintahan. Raja juga dibantu oleh Patih, Prebekel, dan Punggawa – punggawa.
5. SUMBER SEJARAH
Sumber-sumber Kerajaan Bali dapat diketahui melalui beberapa sumber, yaitu:
a. Prasasti
*) Prasasti Sanur (917 M)
Prasasti Sanur menunjukkan adanya kekuasaan raja-raja dari Wangsa atau Dinasti Warmadewa.
*) Prasasti Calcuta, India (1042 M)
Dalam prasasti ini disebutkan tentang asal-usul Raja Airlangga, yaitu dari keturunan raja-raja Bali, Dinasti Warmadewa. Raja Airlangga terlahir dari perkawinan Raja Udayana (Kerajaan Bali) dengan Mahendradata (putrid Kerajaan Medang Kamulan, adik Raja Dharmawangsa).
b. Bangunan Candi
Kompleks Candi Gunung Kawi (Tampak Siring) merupakan makam dari raja-raja Bali. Kompleks tersebut dibangun pada saat pemerintahan Raja Anak Wungsu.

6.  KEHIDUPAN POLITIK
Nama Bali sudah lama dikenal dalam beberapa sumber kuno. Dalam berita Cina abad ke-7 disebut adanya nama daerah yang bernama Dwapa-tan, yang terletak di sebelah timur Kerajaan Holing (Jawa). Menurut para ahli nama Dwa-pa-tan ini sama dengan Bali. Adat istiadat penduduk Dwapa-tan ini sama dengan di Holing, yaitu setiap bulan padi sudah dipetik, penduduknya menulis dengan daun lontar, orang yang meninggal dihiasi dengan emas, dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas serta diberi harum-haruman, kemudian mayat itu dibakar.
Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, pengaruh Buddha datang
terlebih dahulu dibandingkan dengan pengaruh Hindu. Prasasti yang berangka
tahun 882 M, menggunakan bahasa Bali menerangkan tentang pemberian
izin kepada para biksu untuk mendirikan pertapaan di Bukit Cintamani. Pengaruh Hindu di Bali berasal dari Jawa Timur, ketika Bali berada di bawah kekuasaan Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, ada sebagian penduduk yang melarikan diri ke Bali, sehingga banyak penduduk Bali sekarang yang menganggap dirinya keturunan dari Majapahit. Prasasti yang menceritakan raja yang berkuasa di Bali ditemukan di desa Blanjong, dekat Sanur. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa raja yang bernama Khesari Warmadewa, istananya terletak di Sanghadwala. Prasasti ini ditulis dengan huruf Nagari (India) dan sebagian lagi berhuruf Bali Kuno, tetapi berbahasa Sanskerta. Prasasti ini berangka tahun 914 M (836 saka), dalam Candrasengkala berbunyi Khecara-wahni-murti.  Raja selanjutnya yang berkuasa adalah adalah Ugrasena pada tahun 915M. Ugrasena digantikan oleh Tabanendra Warmadewa (955-967 M).  Tabanendra kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa, ia membangun dua buah pemandian di desa Manukraya. Pemandian ini merupakan sumber air yang dianggap suci. Jayasingha kemudian digantikan oleh Jayasadhu Warmadewa yang memerintah dari tahun 975-983 M. Tidak banyak berita yang menceritakan masa kekuasaannya. Jayasadhu digantikan oleh adiknya Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang raja perempuan. Ia kemudian digantikan oleh Dharmodayana yang terkenal dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun 989 M. Dharmodayana memerintah bersama permaisurinya bernama Gunapriyadharmapadmi, anak dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Gunapriyadharmapadmi meninggal pada tahun 1001 M dan dicandikan di Burwan. Udayana memerintah sampai tahun 1011 M. Pada tahun itu, ia meninggal dan dicandikan di Banu Weka. Pernikahannya dengan Gunapriya menghasilkan tiga orang putra yaitu, Airlangga yang menikah dengan putri Dharmawangsa (raja Jawa Timur), Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga tidak memerintah di Bali, ia menjadi raja di Jawa Timur. Anak Udayana yang memerintah di Bali, yaitu Marakata memerintah dari tahun 1011-1022, ia bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana
Uttuganggadewa. Masa pemerintahan Marakata bersamaan dengan masa
pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. Marakata adalah raja yang sangat
memperhatikan kehidupan rakyatnya, sehingga ia dicintai dan dihormati oleh
rakyatnya. Untuk kepentingan peribadatan, ia membangun prasada atau
bangunan suci di Gunung Kawi daerah Tampak Siring, Bali. Marakata digantikan oleh adiknya Anak Wungsu, yang memerintah dari tahun 1049-1077. Pada masa pemerintahannya, keadaan negeri sangat aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan bercocok tanam, seperti padi gaga, kelapa, enau, pinang, bambu, dan kemiri. Selain itu, rakyat juga memelihara binatang seperti kerbau, kambing, lembu, babi, bebek, kuda, ayam, dan anjing. Anak Wungsu tidak memiliki anak dari permaisurinya. Ia meninggal pada tahun 1077 M dan didharmakan di gunung Kawi dekat Tampak Siring. Beberapa raja yang memerintah Kerajaan Bali setelah Anak Wungsu, diantaranya Sri Maharaja Sri Walaprahu, Sri Maharaja Sri Sakalendukirana, Sri Suradhipa, Sri Jayasakti, Ragajaya, dan yang lain sampai pada Paduka  Bhatara Sri Asta Asura Ratna sebagai raja terakhir Bali. Sebab pada tahun 1430 M, Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.
Sejak Bali ditaklukkan oleh Majapahit, kerajaan di Bali diperintah oleh
raja-raja yang berasal dari keturunan Jawa (Jawa Timur). Oleh karena itu,
raja-raja yang memerintah selanjutnya menganggap dirinya sebagai Wong
Majapahit artinya keturunan Majapahit.


7. KEHIDUPAN EKONOMI
Kehidupan ekonomi yang berkembang di Bali adalah sektor pertanian, bercocok tanam, dan peternakan. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata-kata yang terdapat dalam berbagai prasasti yang menunjukkan usaha dalam sektor pertanian, seperti suwah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), dan kaswakas (pengairan sawah). Pengolahan swah mendapat perhatian yang besar dan dirawat dengan sebaik-baiknya, seperti halnya petani sekarang.
Cara pengolahan sawah sampai menuai padi seperti amabakti(pembukaan tanah), mluku (membajak tanah), tanam (menanam padi), matun (menyiangi padi), ahani (menuai padi), dan nutu (menumbuk padi). Dengan demikian, pada abad ke-11 M para petani sudah mengenal cara pengolahan tanah seperti yang dikenal dan dikerjakan petani sekarang.
Berdasarkan prasasti Raja Purana Klungkung yang berangka tahun 994 Saka (1072 M), masyarakat Bali Kuno telah mengenal subak. Subak adalah suatu system pembagian air untuk pengairan sawah. Dalam prasasti tersebut, terdapat kata “Kasuwakan”, yang kemudian menjadi suwak atau subak.
Jenis tanaman yang sudah dikenal pada waktu itu anatara lain padi, hano (enau), tals (talas, keladi), nyuh (kelapa), pucang (pinang), biyu (pisang), kapas, dan sarwa bija (padi-padian). Selain bercocok tanam (bertani), rakyat juga memelihara binatang ternak seperti sampi (sapi), kambing, babi, anjing, ayam, kuda, dan kerbau.
8. KEHIDUPAN SOSIAL
Pada masa Kerajaan Bali Kuno, struktur masyarakatnya didasarkan pada system kasta (caturwarna), sistem hak waris, sistem keaenian, serta agama dan kepercayaan. Struktur masyarakat Bali dibagi ke dalam empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Tetapi pembagian kasta ini tidak seketat seperti di India. Begitu pula dalam pemberian nama awal pada anak-anak di lingkungan masyarakat Bali memiliki cara yang khas, yaitu:
a. Wayan untuk anak pertama;
b. Made untuk anak kedua;
c. Nyoman untuk anak ketiga;
d. Ketut untuk anak keempat.
Tetapi ada juga nama Putu untuk panggilan anak pertama dari kasta
Brahmana dan Ksatria.


9. KEHIDUPAN BUDAYA
Pada prasasti-prasasti sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu, telah disebutkan beberpa jenis seni yang ada pada waktu. Tetapi baru pada zaman Raja Anak Wungsu kita dapat membedakan jenis seni ke dalan dua kelompok besar, yaitu seni keratin dan seni rakyat. Biasanya, seni-seni tersebut berkeliling menghibur rakyat.  Adany aistilah seni keraton tidak berarti bahwa seni ini tertutup bagi rakyat. Terkadang seni keratin dipertunjukkan kepada masyarakat di desa-desa. Dengan kata lain seni keratin bukan monopoli para raja saja. Keterang mengenai hal tersebut terdapat dalam prasasti Julah yang berangka tahun 987 M, yang menyebutkan adanya rombongan seni baik I haji (untuk putra) maupun ambaran (keliling) yang datang ke Desa Julah. Sangat sulit diketahui berapa jumlah pemainnya. Namun terlepas dari semua itu, seni yang datang ke Desa Julah mendapat imbalan upah, istilahnya Patulak. Patulak untuk agending I haji yang datang ke Desa Julah sebesar satu masaka(mata uang ketika itu), sedangkan untuk agending ambaran sebesar dua kupang.
Jenis-jenis seni yang telah berkembang pada masa itu antara lain:
ü  Patapukan (atapuk, topeng)
ü  Pamukul (amukul, penabuh gamelan)
ü  Abanwal (permainan badut)
ü  Abonjing (bujing musik angklung)
ü  Bhangin (peniup suling)
ü  Perbwayang (permainan wayang)
10. KEPERCAYAAN
Masyarakat Bali banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan India,
terutama Hindu. Sampai sekarang, masyarakat Bali masih banyak yang menganut
agama Hindu. Namun demikian, agama Hindu yang mereka anut telah bercampur
dengan budaya masyarakat asli Bali sebelum Hindu.
Masyarakat Bali sebelum Hindu merupakan kelompok masyarakat yang
terikat oleh hubungan keluarga dan memuja roh-roh nenek moyang yang mereka
anggap dapat menolong dan melindungi kehidupan keluarga yang masih hidup.
Melalui proses sinkretisme ini, lahirlah agama Hindu Bali yang bernama Hindu
Dharma.

11. SISTEM KEPERCAYAAN
Menyembah banyak dewa yang bukan hanya berasal dari dewa Hindu & Buddha tetapi juga dari kepercayaan animisme mereka.

12. PENYEBAB KEJAYAAN
1)      Naik tahtanya Dharmodayana. Pada masa pemerintahnnya, sistem  pemerintahan Kerajaan Bali semakin jelas.
2)      Perkawinan antara Dharma Udayana dengan Mahendradata yang merupakan putri dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur, sehingga kedudukan Kerajaan Bali semakin kuat.
13. PENYEBAB KEMUNDURAN
 
1)      Dikisahkan seorang raja Bali yang saat itu bernama Raja Bedahulu atau yang dikenal dengan nama Mayadenawa yang memiliki seorang patih yang sangat sakti yang bernama Ki Kebo Iwa. Kedatangan Gadjah Mada dari kerajaan majapahit ke Bali adalah ingin menaklukan Bali di bawah pimpinan Kerajaan Majapahit, namun karena tidak mampu patih Majapahit itu mengajak Ki Kebo Iwa ke jawa dan disana disuruh membuat sumur dan setelah sumur itu selesai Ki Kebo Iwa di kubur hidup-hidup dengan tanah dan batu namun dalam lontar Bali Ki Kebo Iwa tidak dapat dibunuh dengan cara yang mudah seperti itu. Tanah dan batu yang dilemparkan ke sumur balik dilemparkan ke atas. Pada akhirnya dia menyerahkan diri sampai ia merelakan dirinya untuk dibunuh baru dia dapat dibunuh. Setelah kematian Ki Kebo Iwa, Bali dapat ditaklukan oleh Gadjah Mada pada tahun 1343.
2)      Patih Gajah Mada yang berpura-pura menyerah dan minta diadakan perundingan di Bali, lalu ia menangkap raja Bali yaitu Gajah Waktra sehingga kerajaan Bali berada di bawah kekuasaan Majapahit.